Rasulullah SAW, melalui teladan dalam kehidupan sehari-hari, sudah menyediakan fasilitas bagi kita untuk berupaya ke arah penyempurnaan ibadah kita dengan menetapkan pelbagai pilihan shalat-shalat sunnah yang beragam. Berdasar dalil-dalil yang kuat ada tiga shalat sunnah yang dapat kita lakukan secara rutin, yakni:
- Rawatib, shalat sunnah yang dikerjakan antara azan dan iqamah, kecuali yang pelaksanaannya setelah shalat wajib;
- Dhuha’, dikenal sebagai shalat tanda syukur dan gembira kepada Allah;
- Shalat tahajud, shalat malam yang dilaksanakan sesudah tengah malam dan setelah tidur.
Pilihan-pilihan Shalat Sunnah Rawatib
Shalat rawatib terkait dengan shalat Magrib, Isya dan shalat Jumat, lebih afdol dilaksanakan di rumah. Itu jika masjid/surau tempat shalat wajib berjamaah itu dilakukan letaknya dekat rumah. Jika letaknya cukup jauh, atau misalnya di tempat kerja atau saat bepergian, tentu saja tidak perlu menunggu pulang ke rumah dulu, melainkan dikerjakan di masjid/mushala itu juga. Jika kita sedang bepergian, maka tidak disunnahkan shalat sunnah rawatib kecuali shalat sunat fajar dan witir (HR Bukhari-Muslim).
Shalat sunnah rawatib ini dapat dibedakan atas dasar frekuensi pelaksanaannya oleh Nabi. Suri teladan yang diberikan selama beliau hidup menjadi rujukan bagaimana hal itu dikerjakan sekarang. Dari situ kita membedakan apa yang disebut shalat sunnahmuakkadah (sangat intens dilaksanakan) dan ghairu muakkadah (tidak terlalu intens dilaksanakan Rasulullah SAW).
Pembedaan itu dapat dipahami sebagai kualifikasi tingkatan shalat sunnah tersebut. Yang muakkadah berarti shalat-shalat tersebut nyaris mendekati shalat wajib yang lima itu; yang ghairu mukkadah posisinya berada setingkat di bawahnya.
Dari hadits-hadits yang disampaikan kepada kita secara otentik dan terjaga, kita tahu bagaimana shalat sunnah yang dipraktekkan Rasulullah. Setelah dipilah-pilah kita menemukan hadits yang kuat untuk mengkategorikan shalat-shalat sunnah menjadi dua: shalat sunnah rawatib mu’akadah dan ghairu mu’akadah yang sama-sama bisa kita praktikkan.
Berikut ini pengelompokan shalat sunnah rawatib —sekadar untuk memudahkan kita memahami— yang didasarkan hadits yang menyebutkannya.
PILIHAN 1: Shalat sunnah 10 rakaat yang mu’akadah berdasar HR Muslim dari Ibnu Umar, Nabi mencontohkan mengerjakan shalat sunnah rawatib sebagai berikut:
Teks hadits dari Ibnu Umar itu bunyinya sebagai berikut:
“Saya jaga (amalan) dari Rasulullah 10 rakaat shalat sunnah; yaitu: 2 rakaat sebelum Dzuhur dan 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah magrib dan 2 rakaat sesudah Isya, serta 2 rakaat sebelum Shubuh.” (Muttafaq alayh)